Oleh : Kurnia Defianti ( Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas islam Riau).
Berbicara tentang sinergi dan kolaborasi keuangan syariah dan industri halal bagi saya ini adalah suatu hal yang sangat menarik untuk dibahas sebab seperti yang kita ketahui sebagai masyarakat indonesia bahwasannya kita sebagai negara yang memiliki jumlah umat muslim terbesar di dunia tentunya memiiki kebutuhan produk halal yang lebih besar dibandingkan negara manapun dan begitu juga halnya dengan kebutuhan akan penggunaan sistem penunjang perekonomian yang halal seperti kelembagaan keuangan syariah namun dengan minoritasnya kelembagaan keuangan syariah dibandingkan dengan kelembagaan keuangan konvensional berdampak pada minoritasnya pemahaman masyarakat indonesia terhadap lembaga keuangan syariah, masih banyak masyarakat indonesia yang berpendapat bahwa rumitnya sistem dalam kelembagaan keuangan syariah dan Mereka menganggap bahwa lembaga keuangan syariah dengan lembaga keuangan konvensional sama saja tidak ada bedanya. Dan hal inilah yang menyebabkan masyarakat Indonesia tidak bisa move on dari zona nyamannya yaitu berada pada penggunaan bank konvensional karena tidak mau mengambil resiko, padahal jika masyarakat indonesia memahami bahwasannya tingkat resiko pada penggunaan lembaga keuangan syariah sangat jauh lebih kecil dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional sebab lembaga keuangan konvensional sangat mengutamakan profit oriented yaitu prioritas dalam mencari keuntungan sendangkan hal ini berbanding terbalik dengan sistem kelembagaan keuangan syariah yang bersifat non-profit oriented yaitu dimana kelembagaan keuangan syariah lebih mengutamakan kemaslahatan dan juga perekonomian umat yang berpegang teguh pada kejujuran, keadilan, amanah, dan tentunya hal ini akan menciptakan habluminannas dan juga habbluminaAllah yaitu hubungan baik antara sesama manusia dan juga hubungan baik dengan Allah SWT.
Dan juga menurut saya hal lain yang membuat masyarakat Indonesia tetap teguh menggunakan lembaga keuangan konvesional sebab masyarakat Indonsia tidak mengerti sistem pola bagi hasil di lembaga keuangan syariah, mereka hanya mengerti bahwasannya lembaga keuangan konvensional menggunakan bunga sedangkan lembaga keuangan syariah tidak menggunakan bunga.
Andai saja masyarakat Indonesia mengerti dan memahami bahwa sebenarnya kita telah menemukan titik terang untuk perekonomian bangsa yang lebih baik dengan langkah awal yaitu dengan menggunakan kelembagaan keuangan syariah sebab lembaga keuangan syariah menyediakan sistem dan produk-produk yang dapat mengatasi permasalahan mulai dari masalah ekonomii mikro hingga permasalahan pada ekonomi makro sebab akad-akad yang ada pada kelembagaan keuangan syariah sudah lengkap untuk menanggulangi segala tingkat masalah perekonomian masyarakat seperti :
1). Mudharabah yaitu akad yang menyatakan bahwa dimana pihak lembaga keuangan syariah akan menjadi shahibul maal atau pihak yang memberikan modal 100% atau secara penuh kepada seseorang, sekelompok, ataupun perusahaan dimana sebagai pihak mudharib yaitu pihak yang berperan sebagai pengelola modal.
Peran mudharabah dalam memberdayakan ekonomi syariah dapat dilihat dari karakteristiknya yang adil, seimbang, dan menekankan pada prestasi baik berupa kerja maupun resiko yang ditanggung. Semakin tinggi prestasi kerja mudharib dan Semakin tinggi pula resiko yang ditanggung oleh shahibul maal maka semakin tnggi perolehan keuntungan yang akan diperoleh. Dengan demikian mudharabah mendorong masyarakat untuk berlomba-lomba dalam bekerja. Tidak mengharapkan keuntungan hanya dengan ongkang-ongkang kaki menunggu datangnya laba atau tambahan keuntungan tanpa adanya usaha dalam bekerja.
2). Wadi’ah yaitu memberikan kekekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya / barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu. Dimana pihak penitip disebut dengan muwaddi’ dan pihak penerima titipan disebut wadi’.
Jika pemerintah menetapkan aturan bahwa Pegawai Negeri Sipil harus menggunakan lembaga keuangan syariah dan bekerjasama dengan baznas dalam rangka wajib zakat bagi para pegawai negeri sipil untuk menyisihkan sebagian gaji dari mereka sebanyak 2,5% untuk membantu masyarakat khususnya diberikan kepada delapan asnaf yaitu :
a. Fakir yaitu orang yang tidak memiliki harta
b. Miskin yaitu orang yang penghasilannya tidak mencukupi
c. Riqab yaitu hamba sahaya atau budak
d. Gharim yaitu orang yang memiliki banyak hutang
e. mualaf yaitu orang yang baru masuk islam
f. Fisabilillah yaitu pejuang dijalan Allah
g. Ibnu Sabil yaitu orang yang berada dalam perjalanan atau orang yang sedang menuntut ilmu diperantauan
h. Amil Zakat yaitu panitia penerima dan pengelola zakat
Jika kebijakan zakat tersebut dijalankan dalam sistem pemerintahan maka dari itu dapat menanggulangi guna mengatasi angka kemiskinan di Indonesia.
3). Wakalah yaitu akad perwakilan antara dua pihak, dimana pihak pertama sebagai muwakkil atau yang mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua yaitu sebagai wakil untuk bertindak atas nama pihak pertama.
Dengan kebijakan pemerintah menetapkan peraturan kepada orang-orang yang membutuhkan untuk mewakili guna mengatasi pendanaan hutang namun dengan pengambilan tidak dengan adanya tekanan, karena pada dasarnya tidak semua manusia dapat mengurusi masalah keuangannya secara pribadi, sehingga ia membutuhkan pertolongan dari orang atau pihak lain untuk menyelesaikan masalah keuangan seseorang ataupun lembaga keuangan. Untuk itu lembaga keuangan syariah perlu banyak berbenah, Salah satu alasan kenapa masyarakat kurang berminat untuk menggunakan jasa perbankan syariah adalah karena pelayanan yang kurang optimal pada lembaga keuangan syariah yang menyebabkan pemahaman dan kesadaran masyarakat masih senang dengan pinjaman instan, tidak mau ribet sehingga masyarakat lebih banyak yang melakukan transasksi dengan lembaga keuagan konvensional ketimbang lembaga keuangan syariah.
Sebagai negara dengan mayoritas masyarakatnya adalah penduduk muslim seharusnya ini menjadi potensi besar bagi Indonesia untuk mengembangkan industri berbasis halal. Halal dikatakan tidak hanya dalam bidang makanan dan minuman, tetapi juga kosmetik, bidang jasa, kesehatan, pendidikan, fashion, dan pariwisata. Pariwisata merupakan kontribusi yang cukup besar ke Industri halal, karena wisata telah menjadi gaya hidup masyarakat sehingga potensinya harus dimanfaatkan. Peningkatan sektor rill diharapkan dapat mendorong pertumbuhan produk keuangan syariah.
Sektor fashion muslim juga sangat berpotensi. Munculnya desainer-desainer fashion hijab telah membawa fashion muslimah mengglobal. Banyak usaha kecil mikro, kecil dan menengah bergerak di bidang fashion. Masyarakat perumpuan Indonesia banyak menggunakan pakaian muslimah, hal ini merupakan potensi yang sangat besar untuk pangsa pasar suatu negara.
Sektor makanan dan minuman pada umumnya masyarakat melihat label setifikasi halal pada kemasan makanan saja, sedangkan pada makanan kuliner seperti mie ayam, bakso, sate, kebab, thai tea, masyarakat hanya melihat sekilas si penjual untuk menentukan halal tidaknya sebuah produk makanan atau minuman dengan melihat si penjual adalah orang muslim. Namun masyarakat tidak melihat secara langsung proses pembuatan bahan makanan tersebut. Selama sertifikasi halal tidak ditempel oleh si penjual makanan maka masyarakat atau pembeli hanya melihat profil atau latar belakang agama si penjual tersebut, padahal profil atau latar belakang si penjual tidak menjamin halalnya sebuah produk. Mereka mereka menganggap produk makanan atau minuman yang dibuat oleh orang non-muslim adalah haram, tetapi masyarakaat malah memilih mengkonsumsi mie instan yang sudah jelas-jelas perusahaan mie instan tersebut dimiliki oleh orang non-muslim, atau Masyarakat banyak mengkonsumsi makanan atau minuman ternama yang diproduksi jelas oleh orang non-muslim.
Potensi-potensi tersebut diharapkan dapat ditangkap oleh pemerintah dan dikembangkan agar dapat berkontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi dan Kedepannya pelaku usaha di Indonesia diharapkan lebih memanfaatkan peluang. Indonesia masih mempunyai banyak potensi yang belum dkembangkan secara maksimal baik itu dalam bidang sumber daya alam maupun dalam bidang jasa.