Psikolog: Jangan Terlalu Banyak Curhat ke ChatGPT

Technology17 Views

10drama.com– Apakah Anda termasuk orang yang sering bercerita kepada chatbot AI, seperti ChatGPT, Gemini, Meta AI, Character.ai, Nomi, Replika, dan lainnya? Sebaiknya, kebiasaan ini mulai diatur dengan bijak.

Karena itu, para ahli psikologi mengatakan bahwa seringnya berbagi masalah dengan chatbot yang didasarkan pada kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI) memiliki dampak.

Salah satu alasan adalah karena interaksi dengan bot memberikan dampak yang berbeda dibandingkan berinteraksi dengan manusia asli.

Seorang profesor psikologi dari University of Kansas, Omri Gillath, menyatakan bahwa interaksi antara manusia dengan chatbot terasa “tidak asli” dan “hampa”.

Karena, chatbot AI pada dasarnya tidak dibuat untuk memberikan kepuasan dalam interaksi yang berkelanjutan.

Gillath menyatakan, kecerdasan buatan tidak mampu mengenalkan Anda kepada jaringan pertemanan seperti manusia. Kecerdasan buatan tidak dapat memperkenalkan penggunanya dengan teman baru atau individu penting yang bisa memberikan pelukan saat Anda membutuhkan dukungan.

Chatbot AI, justru dibuat dengan sifat yang agresif, agar pengguna tetap setia dan terus berada di platform tersebut dalam waktu yang sepanjang mungkin. Karena itulah perusahaan pengembangnya bisa memperoleh keuntungan.

Mereka (developer) melakukannya secara diam-diam dengan merancang coding“chatbot yang membuat ketagihan,” jelas Gillath.

Chatbot AI hanya memberikan kepuasan sementara

Berdasarkan penelitian dari Harvard Business, sebagian besar orang memilih chatbot AI sebagai tempat berbagi cerita karena kebutuhan akan terapi dan rasa persahabatan. Namun, para ahli psikologi menyarankan agar chatbot AI tidak digunakan sebagai pengganti terapis.

“Chatbot ini sebenarnya dibuat untuk memberikan jawaban yang diinginkan oleh pengguna,” ujar Vaile Wright, seorang psikolog yang juga menjabat sebagai Direktur Senior Inovasi Perawatan Kesehatan di American Psychological Association.

Maknanya, respons dari chatbot tersebut hanya ditulis secara sembarangan sesuai dengan keluhan pengguna. Mereka tidak mempertimbangkan apakah jawaban yang diberikan sudah sesuai dengan anjuran medis atau tidak.

“Jadi, misalnya Anda sedang dalam situasi sulit dan mengetik sesuatu yang berpotensi berbahaya atau memiliki pikiran dan perilaku negatif, chatbot seperti ini bisa memperkuat pikiran dan perilaku yang mungkin merugikan tersebut,” jelas Wright dalam podcast Speaking of Psychology, sebagaimana dikutip 10drama.comTekno dari CNBC, Kamis (24/7/2025).

Bisa salah beri saran

Menurut Wright, respons AI yang hanya mengikuti “kata-kata” pengguna berpotensi menyesatkan. AI dianggap mampu memberikan nasihat yang tidak tepat karena tidak benar-benar memahami situasi dan kondisi psikologis pengguna.

Sebagai contoh, AI memahami bahwa beberapa jenis narkoba yang diizinkan dapat membuat seseorang merasa lebih baik.

Kemudian, ketika ada pengguna yang mengeluh merasa lemah dan sedih, AI mungkin menyarankan untuk mengonsumsi narkoba tersebut.

Meskipun kenyataannya, AI tidak menyadari bahwa pengguna sedang dalam masa pemulihan dari penggunaan narkoba ilegal. Saran semacam ini dapat berisiko bagi pengguna.

Wright menganggap, kemungkinan seperti ini merupakan salah satu kelemahan dari teknologi AI. Meskipun dirancang untuk memiliki banyak pengetahuan, tetapi tidak mampu memahami konteks penggunaannya.

“Perbedaan antara mengetahui dan memahami sangatlah penting ketika kita membahas pemanfaatan hal-hal ini dalam terapi,” kata Wright.

Oleh karena itu, meskipun AI mampu merespons berbagai keluhan dalam kehidupan Anda, para pakar psikologi tetap menyarankan agar tidak mempercayai alat ini sebagai tempat utama untuk berbagi perasaan.

Kemampuan kecerdasan buatan yang hanya mampu merespons berdasarkan pengetahuan tanpa pemahaman mendalam, dapat membahayakan kesehatan mental pengguna.

Lebih baik jika Anda merasa dalam kondisi yang tidak sehat, segera cari bantuan dan konsultasikan dengan pihak yang ahli.

Banyak remaja mengeluh kepada chatbot AI Pemuda sering membagikan keluh kesahnya kepada chatbot berbasis AI Banyak kalangan muda menyampaikan masalah mereka melalui chatbot AI Para remaja lebih banyak berbicara dengan chatbot AI tentang perasaan mereka Banyak anak muda mengungkapkan keluhannya kepada chatbot yang menggunakan teknologi AI

Kalangan pemuda dianggap sebagai kelompok pengguna yang sering memanfaatkan chatbot AI untuk berbagi keluh kesah.

Berdasarkan laporan terkini dari organisasi non-profitCommon Sense Mediamengungkap, 72 persen remaja berusia 13-17 tahun di Amerika Serikat (AS) mengakui pernah memakai “AI Companion“pendamping AI” setidaknya sekali dalam hidup.

Dari jumlah tersebut, 18 persen mengatakan telah menggunakanchatbotAI sebagai teman berbicara dan melakukan kegiatan sosial. Sementara 12 persen digunakan untuk mencari dukungan emosional atau kesehatan mental.

Selanjutnya yang paling buruk adalah 9 persen sisanya, di mana remaja memandang AI sebagai teman dekat atau sahabat.