Adopsi AI Meluas, Tata Kelola Jadi Kunci Bisnis Berkelanjutan

Tekno5 Views

10drama.com -, JAKARTA –Di tengah perkembangan digital yang semakin pesat, kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) tidak hanya berperan sebagai alat bantu, tetapi telah menjadi motor utama inovasi di berbagai sektor industri.

Teknologi AI adalah bidang yang memungkinkan perangkat atau sistem komputer untuk meniru proses berpikir manusia, seperti kemampuan belajar, mengambil keputusan, serta menyelesaikan masalah berdasarkan informasi yang ada.

Untuk memperoleh manfaat maksimal dari AI sambil menjaga kelangsungan perusahaan, penerapan tata kelola AI atau AI Governance menjadi hal krusial.

Manajer Mitra Pengelola Risiko dan Teknologi Konsultasi RSM Indonesia, Angela Simatupang, menekankan bahwa perusahaan yang membangun dasar AI Governance yang kuat akan mendapatkan manfaat strategis.

RSM Indonesia merupakan bagian dari jaringan internasional RSM International, yang menjadi jaringan layanan profesional terbesar kelima di dunia di bidang audit, pajak, dan konsultasi perusahaan.

“Keuntungan strategis dari menciptakan dasar pengaturan AI yang kuat adalah persaingan yang lebih baik, inovasi yang berkelanjutan, kepercayaan dari pihak terkait, serta akses ke pasar internasional,” katanya, Selasa, 19 Agustus 2025.

Berdasarkan Responsible AI Governance Framework, Angela mengungkapkan tujuh pilar utama dalam pengelolaan AI yang efektif, yaitu etika dan nilai perusahaan, kepatuhan terhadap regulasi, keadilan serta bebas dari bias, konsistensi dan keandalan, perlindungan data dan privasi, kejelasan serta transparansi, serta akuntabilitas dan keamanan.

“Peraturan pengelolaan AI tidak menghambat inovasi, melainkan membuatnya lebih berkelanjutan,” katanya.

Menurut Angela, tingkat penerapan tata kelola kecerdasan buatan di Indonesia masih berbeda-beda. Sektor perbankan dan perusahaan internasional cenderung lebih maju dalam menerapkannya.

“Sektor perbankan dan perusahaan multinasional di Indonesia cenderung lebih unggul dalam menerapkan tata kelola kecerdasan buatan. Contohnya, beberapa bank besar telah membentuk tim internal untuk mengevaluasi risiko bias dan kesesuaian dalam algoritma pemrosesan kredit,” katanya.

Namun di bidang lain, penerapan masih sebagian saja, seringkali hanya berfokus pada keamanan data tanpa menyentuh aspek etika atau kemampuan penjelasan. “Berita baiknya, tren positif mulai terlihat dengan meningkatnya kesadaran manajemen puncak terhadap risiko dan peluang AI,” jelasnya.

Angela menekankan bahwa keberhasilan tata kelola AI tidak dapat dipisahkan dari peran kepemimpinan tingkat atas (top management).

Tanggung jawabnya meliputi menentukan visi AI yang jelas, mengintegrasikannya ke dalam strategi perusahaan, menyediakan sumber daya, serta menciptakan budaya penggunaan AI yang bertanggung jawab di seluruh organisasi.

Selain itu, kerja sama dengan pihak swasta dan regulator juga memberikan kesempatan terbentuknya ekosistem AI yang aman serta beretika di Indonesia, yang dapat berupa pedoman bersama, program edukasi AI, forum pertukaran pengalaman terbaik, serta proyek percobaan bersama.

AI merupakan kesempatan berharga sekaligus tantangan yang signifikan. Perusahaan yang mengembangkan tata kelola AI saat ini sedang mempersiapkan diri menjadi pemimpin pasar di masa depan.

“Yang menunda, kemungkinan besar akan menghabiskan sumber daya untuk mengatasi krisis yang seharusnya bisa dicegah. Teknologi AI mungkin dibentuk oleh algoritma, tetapi kelangsungannya bergantung pada tata kelola,” tutupnya. (tribunnews/fin)