Pakar Hukum Pidana Beri Respon Penghentian Penyelidikan Kasus Dugaan kekerasan Seksuak Eks Dekan UIR
Pekanbaru – Pakar Hukum Pidana Dr Yudi Krismen memberi respon terhadap dihentikannya penyelidikan kasus dugaan kekerasan seksual eks Dekan UIR berinisial SAL yang dilaporkan oleh seorang wanita berinisial WJ pada Agustus kemarin.
Ia mengatakan Mungkin saja keputusan penyelidik itu tidak memuaskan salah satu pihak, namun ia menghimbau agar semua pihak menghormati proses hukum yang telah dilakukan oleh penyelidik. ujar Dr Yudi Krismen kepada awak media minggu (17/11/24).
Yudi Krismen menjelaskan, penerapan pasal 74 KUHP oleh Penyelidik merupakan pasal yang mengatur daluarsa pengaduan tindak pidana ke Polisi.
Dalam pasal itu ditentukan batas waktu pengaduan paling lama 6 bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan jika bertempat tinggal di Indonesia dan 9 bulan jika bertempat tinggal di luar Indoneisa.
“Jadi memang jika pengaduan polisi dibuat melebihi jangka waktu yang ditentukan, maka pengaduan tersebut tidak dapat ditindak lanjuti oleh penyelidik,” ujar Advokat yang akrap dengan sapaan Doktor YK itu.
Selain itu sambung Dr YK, berdasarkan hasil penyelidikan dan gelar perkara, dikatakan tidak terpenuhinya alat bukti sebagai penguat laporan pengaduan yang dapat memberi keyakinan kepada penyelidik telah terjadi peristiwa tindak pidana untuk selanjutnya ditingkatkan pada tahap penyidikan.
“Jadi memang, Jika penyelidik ingin meningktakan status sesorang jadi tersangka, maka minimal harus memenuhi unsur bukti permulaan yang cukup, yakni adanya laporan polisi ditambah satu alat bukti yang sah,” kata Dr YK.
Saat ditanya terkait terlapor, Dr YK mengatakan bahwa merujuk dari keputusan penyelidik yang menghentikan penyelidikan, dapat dikatakan tuduhan yang dilekatkan kepadanya tidak terbukti.
“Sebagai warganegara, kita tidak dapat menghakimi seseorang telah berbuat salah sebelum adanya putusan tetap dari pengadilan. Karena prinsip hukum kita menganut asas praduga tak bersalah” ujar Dr YK
Berkaca dari kasus ini tentunya terlapor yang notabenenya adalah seorang pengajar mendapat pukulan mental dan sosial, terlebih lagi beritanya sempat viral.
“saya rasa bukan hanya diri pribadinya saja yang terdampak, tetapi juga keluarganya besarnya” sambung Dr YK.
Ia berharap jika mamang tidak terbukti bersalah, nama baiknya dapat segera dipulihkan “agar dia dan keluarganya dapat menjalani kehidupan dengan normal kembali” tutup Advokat Yudi Krismen.
Dikutip dari Cakaplah.com, Penyidik Reskrimum Polresta Kota Pekanbaru menghentikan penyelidikan dugaan kasus dugaan kekerasan seksual eks Dekan UIR berinisial SAL yang dilaporkan oleh seorang wanita berinisial WJ pada agustus kemarin.
Penghentian Penyelidikan tersebut setelah penyidik melakukan gelar perkara di Wassidik Reskrimum Polda Riau pada tanggal 8 November 2024.
sebelumnya telah dilakukan proses penyelidikan oleh penyidik dengan meminta keterangan WJ, Terlapor SAL, dan 9 orang lainnya.
Selain itu, penyidik juga melakukan cek Tempat Kejadian Perkara (TKP), dokumentasi, serta pra rekonstruksi perkara.
Hasil dari Gelar perkara, penyidik berkesimpulan penyelidikan perkara dihentikan karena laporan WJ sudah daluarsa. Hal ini sesuai dengan Pasal 74 KUHP yang mengatur batas waktu pengaduan tindak pidana ke polisi.
“Kejadiannya bulan Februari, Pelapor melaporkan pada bulan Agustus 2024,” jelas Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Bery Juana Putra, Sabtu (16/11/2024).
Selain itu, Kompol Bery mengatakan tidak ada alat bukti yang memperkuat laporan pengaduan WJ. “Tidak terpenuhi alat bukti, hanya pengakuan Pelapor,” tegasnya.
Selaku pengacara SAL, DR YK meminta kepada Rektor UIR untuk mengembalikan semua hak dan kewajiban dari SAL selaku Dosen Tetap Universitas Islam Riau seperti; jadwal mengajar, posisinya sebagai Dekan Fisipol, dan hak politik untuk dapat mengikuti suksesi sebagai Dekan fisipol kembali diperiode berikutnya.
Sumber: AMI