Terasriau.com,Kuansing,- Keluarga E. Napitupu bersama Penasehat Hukumnya Rokyal Hasibuan hadiri undangan Pemerintah Daerah (PEMDA) Kuansing terkait konflik Lahan Di desa Sako Margasari, Logas Tanah Darat. Pertemuan tersebut di adakan di ruang rapat Multimedia Kantor Bupati Kuansing dipimpin oleh Andriyama (Plt. Kadisbunnak Kab KS), Kamis, (02/02/2023), Siang. Hal ini di sampaikan Rokyal Hasibuan selaku penasehat hukum keluarga E. Napitupulu saat dimintai keterangan, Jumat 03 Februari 2023.
Dikatakan Rokyal Hasibuan Dalam pertemuan tersebut, tim yang di bentuk Pemda Kuansing lebih menekan terkait perizinan yang tidak di miliki kebun milik Asron Napitupu dari pada riwayat asal usul surat alas hak kepemilikan tanah.
“Seharusnya PEMDA Kuansing bukan mengkaji soalan izin, tapi PEMDA seharusnya berbicara kepemilikan Surat Alas Hak atas tanah tersebut karena kebun tersebut bukan dikelola oleh perusahaan. Jika Soal perizinan kami juga balik bertanya izin siapa? Memang keluarga tahun 2013 pernah mengurus perizinan agar kebun tersebut dikelola oleh perusahaan yakni PT. BRJ dan pemetaan oleh BPN sudah dilakukan dan petanya sudah dikeluarkan. Tetapi karena adanya pihak-pihak yang berkepentingan dan terus memelihara konflik membuat mandeknya pengurusan izin perkebunan. Jadi bukan kami tidak ingin membuat izin, tetapi konflik itu di ciptakan , sebarnya dan didisain seperti ini hinggga sekarang, dan jika PEMDA mempersalahkan izin, mengapa kami tidak di beri ruang untuk melakukan pembuatan izin, dan kami tegas kan bahwa kebun itu sampai sekarang dikelola secara personal keluarga E. Napitupulu dan memiliki surat alas hak tanah “Ucap Rokyal Hasibuan.
Dikatakan Rokyal dalam kasus Konflik lahan ini kami curigai ada aktor intelektual yang bermain di belakang layar.
“Sebenarnya dalam konflik sekarang ini kami duga Pelakunya ada 13 orang dan salah satunya adalah inisial ARH yang kami curigai sebagai inisiator dan otak dari semua ini yang kabarnya memiliki lahan sejak 2019, sementara proses pembuatan kebun itu sudah ada sejak tahun 1998, kan aneh. Bulan Oktober 2022 yang lalu terjadi konflik berdarah di lahan tersebut, kami curigai itu adalah ulah si aktor intelektual tersebut. “Ujar Rokyal Hasibuan.
Sebenarnya tanah ini sudah selesai konfliknya pada 2013 silam, karna seluruh kebutuhan masyarkat sudah Terakomodir dan hak masyarakat sudah di serahkan, pada waktu itu kepengurusan di percayakan kepada AFR dan AC untuk mengelola kebun tersebut, tetapi menyalah gunakan kepercayaan yang diberi malah menjual belikan lahan tersebut, dan setiap ditanya laporan mereka aman dan terkendali, tetapi setelah dicek tidak seperti yang dilaporkan malah terjadi transaksi jual beli. Melihat perkembangan ini Tim kuasa hukum akan melaporkan aktor-aktor intelektual yang kami curigai ini ke POLDA dan POLRES Kab. Kuansing semua orang yang menjadi dalang konflik ini.
“Kita tahu, yang mengrong-rong itukan yang diluar kelompok 80, di dalam lahan yang 544 mereka mengklaim itu lahan dari mereka, ada yg bilang 2 Ha, 3 Ha. Oknum yang memperjual-belikan lahan dengan bermodalkan Kwitansi saja, yang menyebabkan terjadinya konflik di lahan tersebut, dan kami sangat berharap kepada pihak Polres Kuansing untuk serius dalam pengusutan peristiwa tersebut, “Ucap Rokyal Hasibuan.
Di samping itu Remon Pardede sebagai utusan keluarga dan juga memiliki lahan juga turut hadir dalam pertemuan di ruang Mukti media tersebut.
“Jadi kami menilai pertemuan tadi di ruang Multimedia Kantor bupati itu sudah seperti di setting, karna apa?, pihak PEMDA Kuansing menekankan pada izin dan menggiring kami agar tidak mempersoalkan riwayat kepemilikan Surat alas hak tanah tersebut, kami sebenarnya bukan tidak mau membuat izin, kami sudah ajukan ke BPN izin HGU per orangan seluas kurang lebih 25 ha per orang, BPN sudah melakukan pemetaan, sambil menunjukkan Peta BPN, “tutup Remon Pardede dalam penjelasan. (Nov)