Lintaskriminal.co.id –– PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) memastikan bahwa kualitas aset tetap terjaga. Sampai akhir Juni 2025, rasio kredit yang bermasalah ataunon-performing loan(NPL) mencapai 3,04 persen. Rasio penyisihan masih dalam kondisi yang memadai.
Kami mengendalikan pertumbuhan kredit dengan penuh kehati-hatian dan terus-menerus memperkuat proses pengawasan, penagihan, serta pemulihan danacollection and recovery). Dengan demikian, kualitas aset tetap terjaga secara berkelanjutan. Hal ini menunjukkan kemampuan BRI dalam mempertahankan portofolio kredit yang sehat dan stabil,” ujar Direktur Manajemen Risiko BRI Mucharom, Senin (25/8).
Untuk menghadapi risiko yang mungkin terjadi di masa depan, menurutnya, rasio NPL coverage BRI mencapai 188,84 persen. Hal ini menunjukkan tingkat kewaspadaan yang tinggi serta prinsip-prinsip perbankan yang prudent.
“Memberikan rasa percaya kepada para investor, regulator, serta seluruh pihak terkait bahwa dasar perusahaan tetap kokoh,” tambahnya.
Kualitas kredit menjadi fokus utama dalam proses pemberian pembiayaan. Termasuk di segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi perhatian utama perusahaan. Oleh karena itu, kredit tetap dalam kondisi sehat dan tepat sasaran.
Mucharom menjelaskan bahwa pengelolaan manajemen risiko merupakan komponen krusial dalam proses transformasi BRI. Departemen risiko lebih berfokus pada setiap segmen secara terpisah. Memperbaiki model penilaian risiko kredit agar menjadi lebih prediktif dan rinci.
Dan memperkuat fungsi sistem peringatan dini,digital collection, hingga recovery, baik di segmen UMKM, mikro, maupun konsumen,” katanya.
Strategi pengelolaan risiko dirancang untuk menjadi bagian tak terpisahkan dari seluruh proses bisnis. Penguatan dilakukan melalui kemampuan analisis data, pengambilan keputusan berbasis risiko (risk-based decision making), serta peningkatan kesadaran akan risiko di berbagai tingkat organisasi. Hingga akhir Juni 2025, total aset BRI meningkat sebesar 6,52 persen.Year-on-Year menjadi Rp 2.106,37 triliun.
“Selalu menjadikan pengelolaan risiko sebagai prioritas utama,” tegasnya.