Sedih! Serangan Israel Kembali Bunuh Anak-anak Gaza Saat Antre Air

– Gaza kembali berlumuran darah. Bukan di garis depan, bukan di markas militer, tetapi di tengah antrean warga sipil yang hanya menginginkan satu hal, air bersih.

Serangan udara Israel pada hari Minggu (13/7) menyerang kerumunan warga di kamp pengungsi Nuseirat, Gaza tengah. Menurut saksi mata, rudal ditembakkan dari drone saat sekitar 34 orang, termasuk 20 anak-anak, sedang berbaris di dekat truk air sambil membawa jeriken kosong.

Hasilnya? Sepuluh jiwa hilang, enam di antaranya adalah anak-anak.

“Kami hanya menginginkan air, bukan perang. Namun rudal itu turun seperti kami adalah teroris,” kata Ramadan Nassar, warga yang berada di lokasi saat kejadian, kepada AP.

Dilaporkan oleh Guardian, Israel mengklaim bahwa hal tersebut merupakan ‘kesalahan teknis’. Tujuan mereka, menurut pernyataan mereka, adalah seorang anggota Jihad Islam. Namun, rudal tersebut meleset beberapa meter.

Serangan terhadap kerumunan orang yang antre air bukanlah satu-satunya. Di Zawaida, sembilan orang dari satu keluarga meninggal dunia ketika rumah mereka diserang. Sekali lagi, ada anak-anak di antara para korban.

Sehari sebelumnya, 31 warga Gaza meninggal akibat tembakan saat berangkat ke lokasi pendistribusian bantuan makanan yang dijalankan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) dekat Rafah. Mereka datang dengan harapan, namun pulang dalam kantong jenazah.

Rumah Sakit Palang Merah menggambarkan kejadian ini sebagai hari paling gelap mereka dalam setahun terakhir: lebih dari 100 orang cedera, sebagian besar terkena tembakan langsung.

“Mereka semua datang untuk mencari makanan. Hanya itu,” demikian pernyataan resmi Palang Merah.

Gaza kini seperti sebuah penjara yang terbuka tetapi kehabisan makanan. Sejak Israel menghentikan gencatan senjata terakhir pada bulan Maret, akses masuk bantuan semakin diperketat.

Lebih dari 800 orang meninggal dunia hanya karena berusaha mengambil makanan dari titik distribusi sejak akhir Mei, menurut data PBB.

Di sisi lain, Israel mengklaim bahwa mereka melepaskan ‘tembakan peringatan’ terhadap warga yang dianggap mencurigakan. Namun, saksi mata menyangkal pernyataan tersebut. Mereka menyebutkan bahwa pasukan Israel memerintahkan mereka untuk mendekati lokasi distribusi, lalu menembak mereka.

“Kami diperintahkan untuk maju. Kemudian mereka menembak kami. Dalam sekejap. Semua jatuh,” kata Abdullah al-Haddad, salah satu korban selamat, dari tempat tidur rumah sakit.

Kekerasan juga menyebar ke Wilayah Barat. Dua warga Palestina dilaporkan meninggal akibat serangan para pemukim Israel. Salah satunya, Sayfollah Musallet, berusia 20 tahun, ternyata memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat. Ia dianiaya hingga tewas. Temannya, Mohammed al-Shalabi, ditembak di dada.

Di tengah tumpukan mayat dan ancaman kelaparan, negosiasi perdamaian terus terhambat. Amerika Serikat menyatakan sedang mendorong kesepakatan baru, namun Hamas menolak peta versi Israel yang dinilai hanya memberikan legalitas bagi pendudukan kembali Gaza.

Sumber diplomatik mengatakan, selama Israel tetap bersikeras ingin menguasai sebagian besar wilayah Gaza serta membatasi akses masuk dan keluar, maka diskusi hanya akan menjadi pementasan politik.

Leave a Reply