Rokan Hulu – Rantau Kasai Terasriau Com- -Jajaran Pemangku Adat (Datuk Ninik Mamak) Persukuan Melayu Rantau Kasai, Desa Tambusai Utara, menggelar silaturahmi dan dialog konstruktif bersama PT Agrinas Palma Nusantara terkait pengelolaan Tanah Ulayat yang berada di kawasan eks PT Torganda pasca penertiban oleh Program Penertiban Kawasan Hutan (PKH), Senin 22 Desember 2025.
Pertemuan ini difokuskan pada pembahasan masa depan tanah ulayat dengan tujuan utama menjamin kesejahteraan masyarakat adat, kepastian hukum, serta perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat Melayu Rantau Kasai sebagai penduduk asli wilayah tersebut.
Dalam pertemuan tersebut hadir struktur lengkap kelembagaan adat Persukuan Melayu Rantau Kasai, di antaranya Datuk Ninik Mamak Induk Dalam Datuk T. Alwizon AJT, Datuk Ninik Mamak Majorokan Datuk Samsul Bahri Likan, Payung Nugoi Datuk Sariman S. sebagai sentral komunikasi adat, Pagar Nugoi Ogie Tambura, serta Hulu Balang Apri Nando, Indra G., dan Rahmad. Turut mendampingi Tim Penasehat Hukum Masyarakat Adat Suku Melayu Rantau Kasai dari Firma Hukum Adil.
Dorong Pengelolaan Mandiri Tanah Ulayat
Dalam dialog tersebut, masyarakat adat menyampaikan aspirasi pengelolaan mandiri atas tanah ulayat. Area yang selama ini berstatus floating diharapkan dapat ditetapkan sebagai hak kelola masyarakat adat, sementara area selebihnya tetap dikelola dengan komitmen penuh untuk memenuhi kewajiban kepada negara sesuai peraturan perundang-undangan.
Masyarakat adat menegaskan posisi mereka sebagai tuan rumah di negeri sendiri, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip hukum, tata kelola yang baik, serta kepentingan nasional.
Status Lahan HPK dan Dasar Hukum
Diketahui, lahan ulayat Rantau Kasai berada dalam kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021, kawasan HPK secara hukum memiliki ruang regulasi untuk dilakukan pelepasan status kawasan demi kepentingan tertentu, termasuk pengakuan hak masyarakat adat.
Oleh karena itu, masyarakat adat meminta pemerintah memprioritaskan penyelesaian hak ulayat melalui mekanisme legal yang tersedia. Saat ini, permohonan penetapan tersebut sedang berproses di Kementerian Kehutanan oleh masyarakat adat Suku Melayu Rantau Kasai.
Permintaan ini didasarkan pada fakta historis, bukti legalitas adat, serta perlindungan hak adat yang dijamin oleh Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945.
Hak Masyarakat Adat Dijamin Konstitusi dan HAM Internasional
Selain konstitusi nasional, hak masyarakat adat atas tanah ulayat juga ditegaskan dalam berbagai instrumen HAM, di antaranya Pasal 26 United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) Tahun 2007, serta Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Hak Asasi Manusia.
Komnas HAM sebelumnya juga menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban melindungi dan menghormati hak-hak masyarakat adat.
Musyawarah Mufakat Jadi Prinsip Utama
Melalui juru bicara adat, Datuk Sariman S. (Payung Nugoi) menyampaikan bahwa pertemuan ini merupakan tahap awal penjajakan aspirasi. Setiap keputusan strategis nantinya akan diambil melalui mekanisme musyawarah mufakat antara Ninik Mamak dan anak kemenakan, demi memastikan keadilan bagi seluruh keluarga besar persukuan.
Proses penyelesaian akan ditempuh melalui tiga tahapan formal, yakni Diskusi, Pertemuan, dan Kesepakatan.
Pendekatan persuasif dan kekeluargaan tetap menjadi prioritas utama. Namun demikian, apabila tidak ditemukan titik temu, masyarakat adat menyatakan siap menempuh jalur hukum demi memperoleh kepastian yang berkeadilan.
“Kami hadir dengan semangat duduk bersama untuk mencari solusi terbaik bagi semua pihak, dengan tetap menjaga marwah adat dan kedaulatan hak ulayat kami di atas tanah kelahiran sendiri,” tegas Datuk Sariman ucapnya.
Sementara itu, Pak Taim selaku mediator menegaskan bahwa negara tidak akan bersikap sewenang-wenang terhadap rakyat, khususnya masyarakat adat. Ia mengajak seluruh pihak untuk bersabar dalam proses musyawarah dan menilai diskusi ini sebagai wujud persaudaraan dan komunikasi yang sehat ujarnya.
“Semuanya harus baik. Negara pasti tidak akan semena-mena terhadap masyarakat adat. Diskusi ini adalah wujud persaudaraan kita semua, dan saya gembira dapat berkomunikasi langsung dengan masyarakat adat Rantau Kasai,” ujarnya Akhiri “.
( SKN )**
