Oleh : Rosdiana Shadiqin, S.Pd
Dosen Pengampu : Dr.Shelvie Famella, M.Pd
Pembuka : Potret Awal Transformasi Pembelajaran
Pekanbaru Terasriau com-Pagi itu di ruang kelas SMA Negeri 3 Tambusai Utara, suasana belajar tampak berbeda. Beberapa siswa sibuk berdiskusi di depan laptop, sebagian lain mengakses Quizizz melalui ponsel. Di tengah keramaian ide dan tawa, terlihat satu hal yang menonjol: semangat kolaboratif. Guru tidak lagi menjadi pusat perhatian; peran utama kini diambil oleh siswa yang saling berbagi persepsi, beradu argumen, dan mencari solusi bersama.Inilah wajah baru pembelajaran di era deep learning pembelajaran yang menumbuhkan makna, refleksi, dan kolaborasi.
Denyut Pembelajaran Bermakna di Era Digital
Transformasi pendidikan menuju deep learning menuntut perubahan paradigma: dari menghafal menuju memahami, dari mendengar menuju berdialog. Weng, Chen, dan Ai (2022) menegaskan bahwa deep learning berkembang ketika siswa diberi kesempatan untuk mendesain, mengeksplorasi, dan merefleksikan pengalaman belajarnya secara aktif. Hal ini terasa nyata di SMA Negeri 3 Tambusai Utara, ketika guru memanfaatkan media digital seperti Kahoot dan Mentimeter untuk menciptakan interaksi yang bermakna.
Di setiap sesi, siswa tidak sekadar menjawab soal, tetapi juga menafsirkan dan mendiskusikan alasan di balik jawabannya. Seperti dikemukakan oleh Mohammed dan Kınyó (2020), teori konstruktivisme menjadi dasar penting bagi pemanfaatan transformasi teknologi dalam proses pembelajaran sepanjang hayat. Teknologi tidak terbatas pada alat bantu, lebih tepatnya jembatan yang akan memperkaya pengalaman belajar siswa dengan cara yang lebih reflektif dan kontekstual.
Membangun Ekosistem Pembelajaran Mendalam di Sekolah
Transformasi pembelajaran di SMA Negeri 3 Tambusai Utara tidak terjadi begitu saja. Perubahan ini bermula dari semangat bersama antara kepala sekolah dan tiga orang guru yang baru saja menyelesaikan pelatihan pembelajaran mendalam selama kurang lebih tiga bulan. Kepala sekolah juga turut mengikuti rangkaian pelatihan tersebut, yang semakin meneguhkan komitmen untuk membawa perubahan nyata di lingkungan sekolah. Langkah ini sejalan dengan pandangan Weng, Chen, dan Ai (2022) yang menyatakan bahwa keberhasilan implementasi deep learning sangat ditentukan oleh kepemimpinan yang mampu mendorong desain pembelajaran berbasis eksplorasi dan refleksi.
Setelah kegiatan In Service 1 (IN-1) selesai, kepala sekolah segera menginisiasi langkah strategis berupa kegiatan Penyelarasan Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah agar seluruh arah kebijakan sejalan dengan prinsip pembelajaran mendalam. Kegiatan ini menjadi ruang refleksi bersama seluruh warga sekolah untuk menafsirkan kembali makna belajar yang sejati bukan sekadar mengejar hasil, tetapi menumbuhkan proses berpikir kritis, empati, dan kolaborasi.
Pandangan ini selaras dengan Agyeman (2023) yang menekankan bahwa pembelajaran mendalam di sekolah menengah harus terintegrasi dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks lokal sekolah agar memiliki daya transformasi yang nyata.
Dari proses refleksi itulah lahir sebuah program sekolah yang diberi nama PESONA (Penyelarasan Sekolah Menuju Pembelajaran Mendalam). Melalui program ini, kepala sekolah menegaskan pentingnya perubahan paradigma di seluruh lini, mulai dari cara guru merancang pembelajaran hingga cara siswa berinteraksi di kelas. Inisiatif ini sejalan dengan gagasan Mohammed dan Kınyó (2020) bahwa teknologi dan refleksi guru menjadi kunci untuk mewujudkan pembelajaran bermakna yang berorientasi pada pembelajaran sepanjang hayat.
Semangat tersebut kemudian diikuti oleh tiga guru yang telah selesai pelatihan, yang mengimbaskan pengalaman mereka kepada rekan-rekan guru lain melalui kegiatan pengimbasan selama dua hari. Dalam suasana hangat dan kolaboratif, para guru berdiskusi dan menyusun rencana pembelajaran yang terintegrasi dengan prinsip deep learning. Proses ini mencerminkan temuan Ricita, Halim, dan Sunarti (2023) bahwa persepsi positif dan kolaborasi antarguru menjadi fondasi penting dalam membangun pembelajaran bermakna.
Output dari kegiatan pengimbasan ini adalah Rencana Pembelajaran yang menekankan proses reflektif, eksploratif, dan kolaboratif, serta mengintegrasikan teknologi digital dalam konteks lokal sekolah. Kegiatan ini menjadi tonggak penting bagi SMA Negeri 3 Tambusai Utara untuk meneguhkan jati dirinya sebagai sekolah yang terus bertransformasi menuju pembelajaran yang bermakna dan berpihak pada peserta didik, sebagaimana ditegaskan oleh Aulia dan Harpain (2025) bahwa kolaborasi dan komunikasi yang sehat antara guru dan siswa menjadi dasar keberhasilan pembelajaran kolaboratif di tingkat SMA.
Ketika Persepsi Berbeda Menjadi Jembatan
Dalam kelompok belajar, perbedaan persepsi sering kali menjadi sumber ketegangannamun di sinilah peluang deep learning muncul. Ricita, Halim, dan Sunarti (2023) menemukan bahwa persepsi guru dan siswa terhadap deep learning sangat dipengaruhi oleh konteks interaksi dan nilai kebersamaan di kelas. Di sekolah kami tepatnya SMA Negeri 3 Tambusai Utara, hal ini terlihat ketika satu kelompok menafsirkan tugas proyek secara berbeda: sebagian ingin menekankan aspek visual, sebagian lagi fokus pada riset.
Guru kemudian menuntun tanpa memaksakan kehendak, memberi ruang bagi siswa untuk bernegosiasi dan menemukan solusi sendiri. Pendekatan ini sejalan dengan filosofi Ki Hajar Dewantara yang menempatkan guru sebagai “penuntun” bukan pengendali sehingga siswa belajar bukan karena diperintah, melainkan karena menemukan maknanya sendiri.
Sikap dan Dinamika Kelompok : Irama Kolaborasi yang Menyatu
Setiap kelompok memiliki iramanya sendiri. Ada yang melaju cepat, ada yang berjalan perlahan m. Sikap terbuka dan rasa ingin tahu menjadi kunci agar harmoni tercipta. Penelitian Sulistya, Sugiharto, dan Awalya (2022) menunjukkan bahwa pembelajaran berkelompok dengan pendekatan experiential learning dapat meningkatkan kreativitas sekaligus kepemimpinan siswa. Temuan ini sejalan dengan praktik di SMA Negeri 3 Tambusai Utara, di mana siswa diberi peran bergilir sebagai pemimpin kelompok untuk melatih komunikasi, empati, dan tanggung jawab.
Sementara itu, penelitian Aulia dan Harpain (2025) memperkuat bahwa keberhasilan kolaborasi di tingkat SMA sangat bergantung pada persepsi dan sikap saling menghargai antara guru dan siswa. Ketika hubungan sosial terjalin dengan baik, dinamika kelompok tidak sekadar menjadi alat belajar, tetapi juga sarana pembentukan karakter.
Membumikan Deep Learning di Sekolah Menengah
Menurut Agyeman (2023), deep learning di tingkat SMA menuntut pendekatan pedagogis yang transformatif—menghubungkan teknologi, nilai-nilai kemanusiaan, dan konteks lokal sekolah. Hal ini juga tercermin dalam praktik di SMA Negeri 3 Tambusai Utara yang menekankan pembelajaran berbasis proyek digital dan kolaborasi lintas mata pelajaran. Guru Bahasa Inggris, misalnya, menerapkan cooperative learning untuk melatih siswa berbicara dengan percaya diri (Safira & Astuti, 2025).
Dengan pendekatan ini, siswa tidak hanya menguasai materi, tetapi juga membangun persepsi positif terhadap kerja sama dan tanggung jawab kelompok. Di sinilah deep learning menemukan bentuk sejatinya: ketika pembelajaran menyentuh hati, pikiran, dan tindakan sekaligus.
Penutup: Harmoni dalam Keberagaman Pikiran
Ruang kelas di era deep learning seharusnya tidak sunyi dan seragam, melainkan hidup oleh perbedaan pandangan yang disatukan dalam refleksi bersama. Guru yang bijak tidak menakuti perbedaan, tetapi merangkainya menjadi harmoni pengetahuan. Di SMA Negeri 3 Tambusai Utara, harmoni itu mulai terdengar resonansi pikiran yang tumbuh dari sikap terbuka, kolaboratif, dan humanis
Seperti halnya musik yang indah, pembelajaran bermakna lahir dari keberagaman nada. Ketika setiap siswa diberi ruang untuk berpikir, berbagi, dan berkolaborasi, maka irama pendidikan akan terus bergema mengiringi langkah generasi pembelajar yang berpikir mendalam dan berhati merdeka.
Pendidikan sejati menuntun potensi anak agar tumbuh sesuai kodratnya , sehingga mereka dapat mencapai kebahagiaan dan keselamatan hidup , seperti yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara.
Daftar Pustaka
Agyeman, N. Y. B. (2023). Deep learning in high schools: exploring pedagogical approaches for transformative education. Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, 24(2). https://doi.org/10.21831/hum.v24i2.71350
Aulia, S., & Harpain. (2025). Exploring Teachers’ and Students’ Perceptions on Collaborative Learning Implementation at Eleven Grade of SMA Tri Sukses. https://doi.org/10.62007/joumi.v2i4.377
Mohammed, S., & Kınyó, L. (2020). Constructivist theory as a foundation for the utilization of digital technology in the lifelong learning process. Turkish Online J ournal of Distance Education, 21(4) , 90–109. https://doi.org/10.17718/tojde.803364
Ricita, D. A., Halim, A., & Sunarti, S. (2023). Exploring Teachers’ and Students’ Perceptions of Deep Learning: Integrating Meaningful, Mindful, and J oyful Learning in ELT Classrooms. Borneo Educational J ournal, 7(2). https://doi.org/10.24903/bej.v7i2.2078
Safira, S., & Astuti, P. (2025). Conceptualizing the Implementation of Deep Learning in ELT through Cooperative Learning for Teaching Speaking Skills at the High School Level. https://doi.org/10.15294/j pp.v42i2.30754
Sulistya, F. Z. D., Sugiharto, D. Y. P., & Awalya, A. (2022). The Effectiveness of Group Guidance with Experiential Learning Technique to Increase Students’ Creativity and Leadership.
J urnal Bimbingan & Konseling, 11(2). https://doi.org/10.15294/jubk.v11i2.58000
Weng, C., Chen, C., & Ai, X. (2022). A pedagogical study on
promoting students’ deep learning through design-based learning. International J ournal of Technology & Design Education. https://doi.org/10.1007/s10798-022-09789-4
Tambusai Utara , 11 November 2025
Penulis : Rosdiana Shadiqin, S.Pd
Mahasiswa Pascasarjana Magister Pedagogi Unilak
Akhir kata (Red)*
Kabiro :SKN*
