IYCTC Kecam Pernyataan BRIN tentang Rokok Elektronik Sehat

Tekno5 Views

10drama.com –– Dewan Pemuda Indonesia untuk Perubahan Taktis (IYCTC) mengkritik pernyataan yang disampaikan oleh perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

BRIN menyatakan bahwa rokok elektronik memiliki tingkat risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan rokok biasa.

IYCTC menganggap pernyataan tersebut terlalu cepat, menyesatkan, dan berisiko memperkuat kebiasaan merokok sejak usia muda.

“Pernyataan semacam ini menciptakan ilusi keamanan pada produk yang justru menjadi pintu masuk adiksi nikotin bagi kalangan muda. Kita tidak boleh membenarkan satu produk adiktif hanya karena dianggap sedikit ‘lebih aman’ dibandingkan yang lain. Ini bukan sekadar membandingkan dua racun, tetapi lebih pada tanggung jawab negara untuk tidak menjadi alat legitimasi industri yang merusak generasi muda sendiri,” tegas Manik Marganamahendra, Ketua Umum IYCTC, di Jakarta, 11 Agustus 2025.

Manik berpendapat bahwa membandingkan dua produk yang berisiko seperti rokok biasa dan rokok elektronik bukanlah pendekatan kebijakan yang bertanggung jawab.

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa risiko dari rokok elektronik tidak hanya terbatas pada kandungan nikotin, tetapi juga melibatkan bahan kimia lain seperti formaldehid, propilen glikol (PG), nitrosamin, zat perisa buatan (flavoring), serta zat-zat berbahaya seperti logam berat, silikat, nanopartikel, dan partikel halus (particulate matter).

“Narrasi risiko rendah ini justru berpotensi mengaburkan arah kebijakan publik yang seharusnya berlandaskan prinsip hati-hati. Terlebih jika melihat produk ini dipromosikan secara agresif, dikemas dengan gaya modern, dan ditujukan kepada kalangan muda,” lanjut Manik.

Fakta menunjukkan bahwa beberapa penelitian mengungkapkan bahwa rokok elektronik dapat memicu berbagai masalah kesehatan, termasuk ketergantungan nikotin, gangguan pada fungsi pernapasan, meningkatnya risiko kanker, asma, dan pneumotoraks, serta mampu menyebabkan perdarahan alveolar yang menyebar.

Dampak jangka panjangnya juga berpotensi mengganggu fungsi otak remaja serta pertumbuhan janin pada ibu yang sedang hamil.

Masalah lain yang tidak kalah penting adalah kurangnya standarisasi produk. Banyak perangkat rokok elektronik yang beredar tanpa pengawasan yang ketat, sehingga komposisi dan dampaknya sulit dipantau.

Kesalahpahaman masyarakat sering terjadi karena produk ini disebut “tidak menghasilkan asap”, padahal komposisi kimianya jauh lebih rumit dan tetap berisiko.

Lebih buruknya lagi, perangkat vape juga membuka peluang baru bagi penyalahgunaan bahan berbahaya, termasuk narkoba. Kasus aktor Jonathan Frizzy pada tahun 2025 menjadi bukti nyata bagaimana cairan vape bisa diubah untuk mengandung zat-zat ilegal. Hal ini menunjukkan bahaya yang jauh lebih besar daripada kesan ‘aman’ yang selama ini dibentuk.

“Kita tidak sedang membandingkan jenis racun yang lebih ringan. Kita sedang membicarakan tanggung jawab negara dalam tidak membiarkan masyarakat menjadi objek uji coba dari industri yang bisa menyebabkan ketergantungan,” kata Nalsali Ginting, Pengurus Harian IYCTC.

Laporan Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2021 menunjukkan peningkatan signifikan penggunaan rokok elektronik di kalangan penduduk berusia 15 tahun ke atas, yang naik dari 0,3% (480 ribu orang) pada 2011 menjadi 3,0% (6,6 juta orang) pada 2021.

Peningkatan ini menunjukkan ancaman yang masih tersembunyi dan belum dianggap serius, terutama karena rokok elektronik sering dipromosikan sebagai produk yang lebih aman dan kekinian, seperti melalui para pengaruh, selebritas, hingga platform hiburan bagi kalangan muda.

Di bawah kerangka regulasi, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 mengenai Kesehatan, secara jelas telah menyamakan aturan antara produk rokok tradisional dan elektronik. Hal ini menunjukkan bahwa negara melihat kedua jenis produk tersebut sebagai ancaman yang sama terhadap kesehatan masyarakat.

“Badan negara seperti BRIN seharusnya menjadi pelindung utama bagi masyarakat, bukan justru memberikan ruang untuk melegitimasi produk yang belum sepenuhnya teruji. Setiap pernyataan harus berlandaskan prinsip ‘jangan menyakiti’, agar lembaga penelitian tidak ikut berkontribusi dalam menciptakan krisis kesehatan baru di masa depan,” tambah Nalsali.

IYCTC merasa kecewa karena pernyataan BRIN tidak diikuti dengan pengumuman data yang lengkap atau penelitian jangka panjang yang dapat dikaji secara akademis.

Dalam bidang kesehatan masyarakat, risiko tidak hanya diukur berdasarkan komposisi zat, tetapi juga melalui tingkat penggunaan, perkembangan promosi, serta dampaknya terhadap sistem layanan kesehatan.

Menurut IYCTC, narasi tentang risiko yang rendah tidak seharusnya digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan kebijakan publik, terlebih jika produk tersebut ditujukan kepada kelompok yang rentan.

Perlindungan terhadap generasi muda memerlukan kebijakan yang tegas, bukan pengampunan terhadap narasi industri yang menggambarkan kecanduan sebagai gaya hidup pilihan.

Leave a Reply