Pekanbaru – Kuasa hukum Rahmadani Nasution kecewa dengan keputusan penyidik Polda Riau yang menghentikan penyelidikan terhadap dugaan perampasan 2 unit mobil Dump Truck Tronton yang dilakukan oleh WRK
Dr Yudi Krismen selaku kuasa hukum pelapor mengatakan penyidik Polda Riau gegabah yang terlalu cepat menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan perkara dengan alasan tidak terdapat peristiwa hukum karena unit yang dimaksud dalam laporan merupakan harta bersama (gonogini)
“Jika memang didalilkan seperti itu seharusnya penyidik menunda penyelidikan terlebih dahulu sampai 2 unit mobil Dump Truck Tronton tersebut memiliki status hukum di pengadilan agama. Namun faktanya penyidik malah menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan dengan dalil harta bersama/ gonogini Kata Dr Yudi Krismen kepada awak media, Sabtu (2/11/24)
Padahal seharusnya menurut Dr Yudi Krismen, penyidik Polda Riau menunda terlebih dahulu proses penyelidikannya setelah adanya putusan dari pengadilan agama Sijunjung terhadap kepastian harta bersama/gonogini terkait status dua unit mobil Fuso tersebut.
“Seperti yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 1956 tentang Hubungan Perkara Pidana dan Perdata. Perma ini menyatakan bahwa pemeriksaan perkara pidana dapat ditunda untuk menunggu putusan perkara perdata yang berkekuatan hukum tetap.” Ucap Dr Yudi Krismen.
Penyidik harusnya menggunakan asas “ultimum remedium” bukan malah mengabaikan seperti ini, klien kami sebagai pelapor jelas dirugikan ” tegasnya”
Dalam menerbitkan Surat Pemberitahuan penghentian penyelidikan tersebut, apakah penyidik mempunyai cukup bukti sehingga memiliki keyakinan bahwa 2 unit yang dirampas dari supir yang bekerja dengan kliennya itu adalah harta bersama. “harusnya ditunggu dulu putusan PA Sijunjung”, katanya dengan nada kesal.
Sedangkan saat ini proses sidangnya masih berlangsung di pengadilan agama Sijunjung terang Dr Yudi Krismen dan penggugat adalah Terlapor sendiri, harusnya penyidik sudah mengetahui masalah gugatan harta gonogini itu.
“Padahal dalam BAW nya, terlapor sendiri yang mengatakan harta bersama, sudah sepatutnya penyidik meminta kepada terlapor putusan PA Sijunjung sebagai pembuktian terhadap keterangan terlapor yang menyatakan 2 (dua) unit truk fuso tersebut adalah harta bersama.
Terlebih lagi sambung Dr YK, penyidik yang memeriksa adalah penyidik senior di Polda Riau, yang selama ini kepiawaiannya dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan sudah tidak diragukan lagi, ia dikenal sebagai penyidik handal di Polda Riau. Tetapi anehnya pada perkara ini penyidik tidak mengerti tentang asas ultimum remedium, hanya bermodalkan pengakuan sepihak dari terlapor tanpa adanya pembuktian, kemudian penyidik memiliki keyakinan 2 unit mobil Dump Truk itu adalah harta gonogini dan segera menerbitkan SP2HP penghentian penyelidikan
“akhirnya kami sebagai pelapor mempertanyakan kredibiltas penyidik, ada hubungan apa antara penyidik dengan terlapor” tanya Dr YK dengan nada sinis
Bagaimana jika nanti pengadilan agama Sijunjung menetapkan putusan bahwa 2 unit mobil itu bukan merupakan harta bersama. Apakah penyidik siap untuk bertanggung jawab ? Tanya Dr Yudi Krismen.
Untuk unitnya sendiri, kata Dr Yudi Krismen tercatat bukan atas nama Rahmadani maupun WRK, baik mobil dengan nopol BE 8424 B dan unit dengan nopol BE 9478 Y.
Khusus untuk unit dengan nopol BE 9478 Y unit tersebut sudah di jual oleh Rahmadani Nasution kepada Ernawati secara tunai. Pembelian tersebut dibuktikan dengan kwitansi, BPKB, STNK, Surat keabsahan BPKB, dan surat pelepasan hak.
” Semua bukti itu sudah dintujukan kepada penyidik, dan penyidik mengakui keaslian bukti transaksi tersebut” ujar Dr Yk.
Menyikapi Surat SP2HP tentang penghentian penyelidikan yang diterbitkan oleh penyidik Polda Riau, makanya kami selaku kuasa hukum akan melaporkan penyidik ke Irwasda Polda Riau, guna dilakukan Evaluasi atas Kinerja penyidik yang tidak Profesional seperti ini, dan laporan sudah pasti kita tembuskan kepada menko politik dan hukum, kompolnas RI dan Bapak Kapolri serta Irwasum Polri. tutup Dr Yudi Krismen