Rokan Hulu Terasriau com– Kasus dugaan tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang melibatkan seorang oknum kepala sekolah dasar negeri di Negeri Seribu Suluk, Rokan Hulu (Rohul), memasuki tahap baru. Pada Kamis, 22 Agustus 2024, tim Sat Reskrim Polres Rohul dijadwalkan untuk memanggil dan memeriksa tiga saksi terkait kasus ini.
Perkembangan kasus tersebut diketahui melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian Laporan/Pengaduan (SP2HP) yang diterima oleh pelapor, NA, yang juga merupakan seorang guru di SDN 003 Rambah. Surat tersebut bernomor: B/1310/VIII/RES.1.24/2024/Reskrim dan dikeluarkan pada 16 Agustus 2024 di Pasir Pangaraian.
Kapolres Rohul, AKBP Budi Setiyono SIK MH, melalui Kasat Reskrim AKP Dr Raja Kosmos Parmulais SH.MH, menjelaskan bahwa kasus ini masih dalam tahap penyelidikan dan terus berkembang.
“Tahapan dan perkembangannya masih dalam penyelidikan. SP2HP sudah dikirim, dan hari ini dijadwalkan pemeriksaan terhadap tiga saksi,” ujar AKP Raja Kosmos.
Lebih lanjut, Kasat Reskrim menegaskan bahwa kasus ini termasuk tindak pidana khusus yang memerlukan proses penyelidikan mendalam, termasuk pemeriksaan ahli setelah pemeriksaan saksi-saksi selesai dilakukan.
Di lain pihak, Kasubsie Penmas Polres Rohul, Ipda Suwamra Jonrefly SAP, juga mengonfirmasi bahwa kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan.
“Sampai saat ini, proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi masih terus berjalan,” jelas Ipda Suwamra.
Sementara itu, Advokat Yusuf Nasution, SH.MH, yang mewakili pelapor, mengungkapkan bahwa kliennya, seorang guru SD, telah melaporkan oknum kepala sekolah tersebut ke Polda Riau.
“Kami telah membuat laporan pengaduan ke Polda Riau, namun penanganan kasus ini dilakukan di Polres Rohul,” ujar Yusuf Nasution.
Ia juga mengingatkan bahwa tindakan melanggar Pasal 32 (1) UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE dapat dikenai sanksi berat. Pasal ini mengatur tentang perubahan, penambahan, pengurangan, transmisi, perusakan, penghilangan, pemindahan, atau penyembunyian informasi atau dokumen elektronik milik orang lain atau publik tanpa hak.
Yusuf juga menekankan bahwa tindakan yang dimaksud bisa melanggar Pasal 34 terkait pemalsuan, Pasal 35 tentang manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, perusakan dokumen elektronik, yang dianggap seolah-olah data otentik, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 8 tahun, sesuai dengan Pasal 406 KUHP.
Dengan perkembangan ini, kasus dugaan ITE yang melibatkan oknum kepala sekolah tersebut semakin mendapat perhatian publik, terutama dalam hal penegakan hukum yang transparan dan adil. Proses penyelidikan yang terus berlangsung diharapkan dapat segera mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya.”
Sungkono (SKN)*