Terasriau.com Pekanbaru –Luar biasa prilaku oknum anggota DPRD Riau Ketua Fraksi Golkar Karmilasari justru meninggalkan gubernur Riau disaat genting bergulirnya penggunaan hak interplasi kepada Gubernur Riau yang digalang oleh Abdul Wahid melalui fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Ade Agus Hartanto dan kawan-kawan.
Investigasi dilapangan didapati informasi ada lima anggota DPRD Riau yang plesiran. Diantaranya Ketua Fraksi Golkar Karmila Sari, Septina Primawati Rusli, Arnita Sari, Syamsurizal dan Syahroni Tua. Lama masa dikabarkan mulai tanggal 11 Juli sampai 19 Juli 2022.
Kemudian ke New York University and High Amerika ada lima anggota DPRD Riau. Rombongan ini diduga yaitu Parisman Ikhwan, Sunaryo, Yuyun, Sugeng dan Sofyan Siroj. Namun, Parisman Ikhwan belum berangkat masih sempat mengikuti rapat paripurna.
Masyarakat dan NGO mempertanyakan apa untungnya keluar negeri meninjau lembaga pendidikan luar negeri?
“Sebaiknya Gubernur membatalkan pencairan dana plesiran anggota DPRD Riau”kata sekjend Forum Rakyat Bicara (Forakbar) Angga Maulana.
Angga juga nilai Karmilasari gagal sebagai Ketua Fraksi Golkar, loyalitasnya terhadap Syamsuar justru dipertanyakan.
“Parah Karmilasari yang difikirkannya hanya urusan pribadi, padahal ketua Golkar Syamsuar tengah menghadapi serangan politik dari kubu Abdul Wahid” kata Angga.
Interpelasi Gubernur Riau
Sebagaimana diketahui enam anggota DPRD Provinsi Riau dikabarkan sudah meneken penggunaan hak interplasi kepada Gubernur Riau. Dan sesuai ketentuan, agar hak interpelasi dari DPRD Riau ini berjalan, diperlukan sepuluh teken atau persetujuan dari anggota dewan.
“Enam anggota dewan sudah setuju untuk hak interplasi, tinggal empat orang lagi. Kan minimal 10 orang anggota dewan agar hak interplasi terhadap gubernur bisa jalan,” kata Anggota DPRD Riau dari Fraksi PKB, Ade Agus Hartanto, Selasa (12/7/2022).
Ditanya siapa saja yang sudah meneken, Ade menjawab yang pastinya ada dari FPKB.
“Tambahan syaratnya agar hak interplasi jalan, selain minimal diteken 10 orang, juga mesti berasal dari minimal dua fraksi,” tambah Ade.
Sebelumnya bergulir penggunaan hak interplasi kepada Gubernur Riau yang berasal dari politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Ade Agus Hartanto.
Kepada wartawan, Ade mengatakan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD Riau menilai gaya kepemimpinan Gubernur Riau Syamsuar lebih mengedepankan emosi ketimbang rasionalitas.
Menurut FPKB, banyak bukti yang menunjukkan bahwa Syamsuar adalah pemimpin emosional. Bahkan terkesan, apa yang ‘diurus’ Syamsuar malah menjadi masalah ketimbang solusi.
“Gubernur hari ini sedang mempertontonkan sikap politiknya yang cenderung kekanak-kanakan. Karena apa yang dilakukannya saat ini cenderung membikin masalah. Bukannya selesai, tapi menambah masalah,” kata Ketua FPKB DPRD Riau, Ade Agus Hartanto.
Ade menyontohkan dengan apa yang terjadi dalam lingkungan birokrasi di Sekretariat DPRD Riau.
“Hampir dua bulan ini DPRD Riau mengalami ketidakjelasan. Misalnya, dalam hal keuangan yang berpengaruh terhadap tugas dan fungsi DPRD Riau,” kata Ade.
Dijelaskan, semua kalangan yang berada di dalam lingkungan DPRD Riau merasakan dampak atas kebijakan Gubernur Riau Syamsuar yang gegabah menunjuk Pelaksana Tugas Sekretaris Dewan (Plt Sekwan).
“Tidak hanya anggota dewan, tapi tenaga ahli, honorer, ASN bahkan sekuriti pun merasakan dampak atas kebijakan gubernur menunjuk Plt yang berpengaruh terhadap keuangan DPRD,” jelasnya.
Tidak hanya persoalan keuangan, urusan penunjukan pejabat di lingkungan DPRD Riau juga dianggap bermasalah.
“Baru-baru ini Pemprov Riau melakukan mutasi pejabat di lingkungan Sekwan tanpa ada kordinasi dengan anggota dewan. Selama ini kan ada tradisi bagus bahwa jika ada pergantian pejabat di lingkungan Sekwan, gubernur kordinasi dulu dengan pimpinan dewan, tapi sekarang tidak ada,” paparnya.
Atas tidak adanya koordinasi tersebut, lanjut Sekretaris DPW PKB Riau ini, ada pejabat yang sudah wajar diganti malah tidak diganti. Padahal pergantian itu perlu untuk menunjang kerja di Sekwan.
“Ada pejabat di DPRD Riau itu yang secara kesehatan tidak memungkinkan lagi bertugas, tapi itu tidak diganti, tetap dipertahankan. Dan infonya, pejabat itu adalah keluarganya gubernur,” jelasnya.
Nah, mutasi pejabat yang terjadi di DPRD Riau itu berbanding terbalik dengan mutasi di lingkungan organisasi perangkat daerah (OPD) Riau lainnya.
“Ada pegawai yang menjadi lulusan terbaik Diklatpim, malah didemosi gubernur yang diduga karena pegawai tersebut merupakan keluarga dekat orang-orang yang dianggap lawan politik gubernur,” tambahnya lagi.
Atas kondisi diatas, FPKB akan berkomunikasi dengan Ketua DPRD Riau Yulisman untuk mencari solusi.
“Saya ingat betul kata Ketua DPRD Riau Yulisman bahwa kita harus menjaga marwah DPRD Riau ini. Nah, disaat kita sekarang dalam keadaan tidak dihargai ini karena kebijakan gegabah gubernur, maka kita mau Ketua DPRD Riau bersama kita bekerja mengangkat marwah lembaga,” jelas Ade.
“Bahkan, FPKB sudah punya rencana akan menggunakan hak interpelasi untuk menyelesaikan masalah ini. Kita butuh satu fraksi lagi agar hak interpelasi ini bisa dijalankan,” tukasnya.
Untuk diketahui hak interpelasi adalah hak yang dimiliki anggota dewan untuk meminta keterangan kepada pemerintah terkait kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat. (Rls)