Dinilai Cuek dan Buang Badan, Praktisi Hukum ini Minta Kapolri Copot Kapolda Riau dan Kapolres Rohil

JAKARTA– Sudah lebih dari sepekan Kasus Rudianto vs Teruna Sinulingga dkk bergulir.

Kendati Kasus yang telah menjadi Konsumsi Publik, karena telah jatuhnya korban dan adanya Ancaman bagi Ratusan Petani di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) Riau, tak membuat para Pemimpin di Lembaga Kepolisian memberikan hatinya.

Hal itu tertuju kepada Kapolda Riau dan Kapolres Rohil, yang dinilai Cuek sekaligus Buang Badan atas Permasalahan ini.

Jangan nanti ketika suasana sudah tak Kondusif dan pecahnya bentrok antar masyarakat, baru Kapolda ataupun Kapolres unjuk gigi.

Kondisi tersebut menjadi buah Keprihatinan dari para Praktisi Hukum di Jakarta.

Adalah Muhammad Zainuddin SH, menurut pria kelahiran kabupaten Kampar ini, sikap Kapolda Riau dan Kapolres Rohil sama sekali tidak menunjukkan peran dan tanggung jawabnya, bahwa Negara wajib hadir memberikan kenyamanan dan keadilan atas segala hal.

Sudah menjadi Kewajiban Negara, memberikan Kenyamanan dan Rasa Adil bagi seluruh insan, termasuk bagi Rudianto Sianturi, seorang Petani yang mewakili +-50 Kepala Keluarga yang berpotensi akan menjadi Korban atas Praktek Haram Kriminalisasi dan Persekongkolan Jahat antara Mafia Tanah dengan Oknum Aparat Penegak Hukum.

Rudianto yang sejatinya memiliki Surat-Surat yang Jelas dan Riwayat Kepemilikan Lahan yang Telah diakui oleh Mayoritas Pemerintah maupun Masyarakat setempat, Justru sampai saat ini, Jum’at (10/9/2021) masih di Kurung di Rutan Mapolres Rohil.

Kondisi seperti ini yang membuat keprihatinan oleh semua orang, termasuk Praktisi Hukum Muhammad Zainuddin SH.

Bagi Zainuddin, Alumnus Jebolan Fakultas Hukum Universitas Jayabaya itu, bahwa sikap Cuek, Buang Badan sekaligus Anti Kritik dari Kapolda Riau maupun Kapolres Rohil, dijawab dengan baik oleh Kapolri, yakni Pencopotan dan Nonjob bagi mereka berdua.

“Setelah kami pelajari dan cermati, Kasus ini murni Kriminalisasi. Kenapa justru orang yang Surat-Surat dan Legalitasnya Jelas, justru di Penjara serta Kenapa orang yang Melaporkan dan Merasa Jadi Korban, justru Surat-Suratnya tak Ter-Registrasi. Ini maksudnya apa? Kok masalah Keperdataan diseret dan dipaksa ke ranah Pidana?!” tegas Zainuddin, dengan nada kesal.

Terpisah, Praktisi Hukum dari Kantor VDM & Partners Jakarta juga sampaikan komentarnya.

Menurut Eclund Valeri Silaban SH MH.Li MM, bahwa Kasus Rudianto sangat jelas dipaksakan.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu juga katakan, bahwa sejatinya Kasus ini bahagian dari Praktek Haram Kriminalisasi dan Persekongkolan Jahat antara Kelompok Mafia Tanah dengan Oknum Aparat Penegak Hukum.

“Sudah jelas terbukti, walaupun mereka merasa menang di Pengadilan sewaktu di Prapidkan, tapi nyatanya mereka justru terkesan Membela Kelompok Mafia Tanah. Ini Bukti dan Data yang mengatakan! Surat si Pelapor yang merasa jadi Korban yang Tak Jelas dan Tak diakui oleh Pemerintah setempat. Maling Teriak Maling!” kesal Eclund, seraya menunjukkan lembaran surat keterangan dari Desa Air Hitam dan Kantor Kecamatan Pujud.

Lain halnya dengan Deddi Harianto Lubis SH MH, Praktisi Hukum Jebolan Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, Pengacara sekaligus Politisi Partai NasDem itu melihat dari sisi Surat Panggilan.

Deddi katakan, bahwa Perkara Rudianto dipermasalahkan sewaktu tahun 2016. Sementara Surat Rudianto di terbitkan tahun 2012 dan Surat Teruna Sinulingga dkk di terbitkan tahun 2009.

“Ada sesuatu yang aneh terhadap Perkara ini. Polisi jangan salah langka. Lembaga ini sudah terlalu banyak di Curigai masyarakat. Kalau bisa Bekerjalah dengan Amanah dan Profesional” harap Deddi Harianto Lubis.

Sampai diterbitkan berita ini, rencananya Laporan Pengaduan Masyarakat Petani Sawit di Pujud-Rohil akan disampaikan kehadapan Meja Bapak Presiden RI dan Kapolri.
Agar segera melakukan Penyegaran ditingkat Mapolda Riau dan Mapolres Rohil.

Hal itu Wajib dilakukan, agar menjaga Marwah Kepolisian. Jangan karena Ulah oknum Kapolda Riau maupun Kapolres Rohil, institusi Polri jadi semakin buruk dimata Masyarakat. (*)

Laporan: Sumber: Tim Pendamping Publik Satya Wicaksana