Ustadz Ismail Akzam, M.A : Sepucuk Surat Ulama’ Kepada Saudaranya (Bagian 2)

Headline1366 Views

PEKANBARU, – Setiap hamba perlu kepada hidayah (petunjuk) setiap saat dan nafas, di dalam semua yang diperintahkan dan dilarang kepadanya. Hal itu di antara perkara-perkara yang tidak bisa dipisahkan dari hidayah itu:

Pertama, ketika dia tidak mengetahui hidayah itu, maka dia perlu menjemput hidayah mencari al-haq (kebenaran) yang ada di dalamnya.

Kedua, ketika dia mengetahui hidayah itu, tetapi dia tidak mengamalkan hidayah itu, maka dia perlu kepada taubat.

Ketiga, ketika dia tidak mengetahui hidayah itu baik itu secara ilmu maupun amalan, maka hilanglah hidayah itu. Dia perlu mencari ilmunya mengetahuinya, menuju kepada hidayah itu dan menginginkan hidayah itu serta mengamalkannya.

Keempat, ketika hidayah itu telah datang kepadanya dari satu arah tanpa arah yang lain, maka dia perlu menyempurnakan hidayah itu.

Kelima, ketika dia telah mendapat hidayah secara pokok tanpa perinciannya, maka dia perlu hidayah yang rinci (hidayah menuju jalan yang lurus dan hidayah di jalan yang lurus)

Keenam, ketika dia sudah berada di suatu jalan yang telah diberi hidayah kepadanya, maka dia perlu hidayah yang lainnya. Hidayah menuju jalan yang lurus adalah satu hal dan hidayah di jalan yang lurus itu sendiri adalah hal yang lain. Apakah kamu melihat seseorang mengetahui jalan negeri fulan adalah jalan seperti ini dan itu, tetapi dia tidak melaluinya dengan baik, karena jalannya tersebut perlu kepada hidayah khusus di jalan itu sendiri, seperti jalan pada waktu seperti ini tanpa waktu yang begitu, mengambil air di tempat tertentu dengan takaran tertentu, turun di suatu tempat tidak seperti turun di tempat yang lain, inilah hidayah di jalan itu sendiri kadang orang yang mengetahui jalan itu melalaikannya, maka dia binasa dan terputus dari tujuan hidayah itu.

Ketujuh, ketika dia perlu memperoleh hidayah dari hidayah itu di masa depannya seperti dia memperoleh hidayah di masa lalunya.

Kedelapan, ketika dia tidak memiliki keyakinan yang haq (benar) atau dalam keadaan bathil maka dia perlu hidayah menuju yang benar.

Kesembilan, ketika dia yakin di atas hidayah padahal dia dalam keadaan sesat dan dia tidak merasa sesat, maka dia perlu jauh dari keyakinan itu dengan hidayah dari yang Allah karuniakan kepadanya.

Kesepuluh, ketika dia telah melakukan hal itu di atas hidayah, maka dia perlu memberi hidayah itu kepada orang lain dengan dia membimbingnya dan menasihatinya, jika dia melalaikan hal ini maka dia luput dari hidayah yang telah diperolehnya karena menjadi penyebab hidayah kepada orang lain dengan pengajarannya dan nasihatnya tersebut membuka pintu hidayah baginya sendiri. Amalan itu setimpal dengan perbuatannya. Ketika dia menyebabkan hidayah itu datang kepada orang lain dan dia mengajarkan hidayah itu maka Allah menambah hidayah itu kepadanya dan mengajarkannya maka dia adalah orang yang menjadi penyebab hidayah bagi orang lain dan tetap berada di atas hidayah itu. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dan yang lainnya:

اللهم زينا بزينة الإيمان، واجعلنا هداة مهتدين، غير ضالين ولا مضلين، سلما لأوليائك، حربا لأعدائك، نحبك من أحبك، ونعادي بعداوتك من خالفك.
Ya Allah hiasilah diri kami ini dengan hiasan iman, jadikanlah kami orang yang membimbing kepada hidayah dan diberi hidayah, bukan orang-orang yang sesat dan menyesatkan, keselamatan bagi penolong-penolong-Mu, yang memerangi musuh-musuh-Mu, kami mencintai-Mu seperti yang Engkau cintai, kami memusuhi musuh-musuh yang menyelisihi-Mu. Aamiin..

Oleh Ustadz Ismail Akzam, M.A. (Dosen PBA FAI UIR)

Beliau sedang menempuh S3 Arabic Linguistic Studies IIUM Malaysia.