Sejarah Single’s Day Tentang Makna Sebelas-Sebelas 11.11

Gaya Hidup580 Views

TERASRIAU.COM – Ada yang spesial pada hari ini, Minggu (11/11). Orang-orang di seluruh dunia tengah meramaikan Single’s Day dengan berburu diskon dan potongan harga di sederet platform belanja daring. Tanggal cantik ini merupakan salah satu hari belanja daring terbesar di dunia.

Namun, tahukah Anda jika Single’s Day pada mulanya bukan dirayakan untuk berburu barang di toko daring, melainkan hari perayaan bagi para jomlo?

Menilik sejarah, Single’s Day pertama kali muncul pada 11 November 1993 silam. Single’s Day atau Guanggun Jie merupakan hari yang dirayakan oleh generasi muda China pada zamannya. Hari ini digunakan untuk merayakan kebanggaan mereka atas status single alias jomlo.

Pemrakarsanya adalah sekumpulan mahasiswa di Nanjing University, Jiangsu, China. Kala itu, Single’s Day disebut juga sebagai Hari Anti-Valentine. Tanggal ini dipilih lantaran angka ‘1’ menjadi simbol kesendirian. Satu berarti satu orang alias sendiri.

Alih-alih merayakan kesendirian dengan kesedihan, mahasiswa Nanjing University justru bersuka ria merayakan kesendirian dengan berbagai hal. Mengutip The Telegraph, aksi ini dilakoni untuk memprotes konsep tradisional masyarakat China yang menganggap hidup berpasangan adalah sesuatu yang sangat istimewa dan berhak atas segala hal. Sementara menjadi lajang bak momok menakutkan.

China sendiri dikenal sebagai salah satu negara dengan ketidakseimbangan gender. Jumlah pria yang lebih banyak dari wanita menjadi permasalahan. Profesor bidang Evolusi di University of New South Wales, Australia, Rob Brooks, dalam sebuah kolomnya di CNN, menyebut bahwa ketidakseimbangan itu mengakibatkan banyak pria China yang terus menjomlo.

Banyak faktor yang berkontribusi pada jumlah pria yang tidak akan pernah menemukan pasangan ini. Brooks menyebut ketimpangan ekonomi, misalnya, yang menimbulkan begitu banyak pemuda kurang mampu yang tak bisa menikahi perempuan.

“Ketika suatu masyarakat mengizinkan orang-orang memiliki beberapa istri, terlalu sedikit wanita yang tersisa bagi banyak pria kurang mampu untuk memiliki istri, bahkan satu orang istri,” tulis Brooks.

Ketimpangan gender ini tak hanya terjadi pada masa itu, tapi terus berlanjut hingga saat ini. Mengutip South China Morning Post, dari populasi China sebesar 1,4 miliar pada 2017, ada hampir lebih dari 34 juta pria yang tidak akan pernah menemukan istri dan jarang berhubungan seks. Angka ini bahkan melebihi populasi Malaysia yang hanya berjumlah 31,62 juta.

Kebijakan satu anak China, yang berlaku sejak 1979 hingga 2015, merupakan faktor terbesar dalam ketidakseimbangan ini.

“Di masa depan, akan ada jutaan pria lagi yang tidak akan menikah, dan itu bisa menjadi risiko buruk untuk masyarakat,” ujar pakar demografi di Xian Jiaotong University, Shaanxi, China, Li Shuzhuo.

Padahal, di balik ketimpangan ini, sejumlah permasalahan bermunculan. Mulai dari tingginya tingkat kekerasan dan sederet pelanggaran hukum.

Jika seorang pria tetap melajang, maka dia akan dianggap bukan pria. Padahal, secara sosial, fungsi dasar seorang pria di masyarakat adalah memimpin keluarga.

Di daerah pedesaan, pria yang tidak menikah benar-benar terpinggirkan. “Mereka bisa depresi,” ujar psikolog dari University College London, Inggris, Therese Hesketh.

Tengok saja kisah Li Weibin (30), seorang pria muda China yang tak pernah mendapatkan kekasih. Jumlah pria kalah banyak dibanding perempuan di desa di mana dia dibesarkan.

Kini, dia tinggal di sebuah kamar asrama bersama lima teman prianya di Dongguan, Guangdong. “Aku ingin punya pacar, tapi aku tak punya cukup uang untuk menemui mereka. Perempuan punya standar tinggi, mereka tak mau berbicara denganku,” katanya.

Karena ketidakmampuannya mendapatkan pasangan, Li dianggap gagal membahagiakan keluarga dengan memberikan keturunan anyar.

Li hampir putus asa mencari pacar. Dia menghabiskan waktunya dengan bermain gim di gawai atau menemani teman-temannya pergi ke karaoke dan panti pijat.

“Hidup itu membosankan, dan saya kesepian,” kata Li.

ilustrasi pasangan

Tranformasi hari belanja

Hidup jomlo itu nelangsa. Di sana yang muncul adalah kesedihan. Sebagai gerakan anti-valentine, Single’s Day jelas melawan kisah-kisah romantis antara sepasang kekasih, seperti salah satunya kebiasaan memberikan hadiah spesial untuk yang tercinta.

Mengambil celah, pendiri Alibaba, Jack Ma, malah memanfaatkan Single’s Day sebagai hari di mana seseorang bisa berbelanja secara royal. Alasannya, agar para jomlo bisa menghadiahi diri sendiri sebagai bentuk kecintaan pada diri sendiri tanpa peduli status.

Mengutip Fortune, kebiasaan berbelanja royal untuk ‘menghadiahi diri sendiri’ ini dimulai sejak 2009 lalu. Jack Ma adalah pelopornya. Alibaba menawarkan diskon besar-besaran yang menggoda hasrat konsumen China.

Pada tahun pertama ajang belanja Single’s Day, tercatat ada perputaran uang sebesar 50 juta yuan.

Lambat laun, kesuksesan Alibaba meracik Single’s Day ini membuat banyak pelaku e-commerce kepincut untuk ikut berpartisipasi.

Ajang belanja itu pun terus berlanjut hingga hari ini, di mana Single’s Day tak cuma dirayakan oleh mereka yang melajang, tapi bagi semua orang yang gila belanja. (Red)

Sumber CNN